Sore
menjelang malam itu aku dan Ulil pergi ke Mini Market. Ulil nyari rokok +
nongkrongin parkiran nungguin cewek bahenol lewat. Dan aku, cari minum aja +
kalo bisa nyari cewek juga sih. Terbukti, cewek bahenol lewat, tapi anehnya
Ulil sama sekali kagak melototin, malah dia nertawain. Kenapa ? cewek bahenol
berkedok Mahasiswa Perawat itu jalan bukan dengan sok anggunya, eh malah
garuk-garuk pantat di depan Ulil.
“Gila men, kalau cewek bahenol lewat
aku mau sih nikahin terus 7 hari gak bakalan make celana dan cukup dikamar.
Tapi ini, bahenol sih, tapi kok pake garuk-garuk pantat segala”
“Ya mungkin mukamu mirip kutu atau
jamur yang nempel di pantatnya. Atau jangan-jangan malah mirip panu” jawabku
dengan muka mengasihani Ulil.
Akhirnya aku ninggalin Ulil yang
sedang ngaca di spion motornya, mungkin sedang ngelihat persamaan mukanya sama
panu. Aku masuk ke dalam Mini Market. Jleb, banyak Mahasiswa-Mahasiswi baru
yang sedang berbelanja kebutuhan Ospek. Sebagai senior, tentunya wajahku yang culun
dan seharusnya dijauhi karena keculunanku malah terbalik. Aku dikroyok
pertanyaan-pertanyaan. “Kak besok bawa apa aja?”, “Kak” ini-itulah aku jawab
seadanya.
Tapi ada 1 Mahasiswi yang membuatku
harus membusungkan dada mirip superman. Anis namanya. Cewek imut itu
melunturkan keculunanku. Ruanganyang ber-Acpun berubah semakin sepoi-sepoi.
Mirip seperti adegan India-india yang sedang pada adegan menyanyi di padang
rumput. Tapi bedanya aku di rak-rak pembalut.
“Kak, makasih ya karena udah ngasih
tau Anis buat bekal besok” tanya anis dengan dihiasi senyum dan lesung pipinya.
Manis sekali.
“Owh iya sama-sama, udah dapet bekal
buat besok?”
“Udah kak, kakak sendiri belanja
apa?”
“Owh, ini. Cuma susu”
“Masih minum susu? Gak papa sih. Owh
iya kak, boleh minta nomor handphonnya kakak? Owh iya, kita belum kenalan kak,
aku Anis” sambil menyodorkan tangannya yang putih untuk mengajak berjabat
tangan.
“Ni kamu ngajakin aku kenalan? Ni
bukan diacara TV-TV yang artisnya nyamar gitu kan. Atau jangan-jangan kamu artis”
akupun clingak-clinguk nyari kamera. Memang ada, tapi kamera CCTV milik Mini
Market.
“Enggak kak” rengeknya yang menambah
kemanjaanya.
“Ok, aku Alif. No 085727****** “
Setelah berpamitan, aku pun keluar
dari Mini Market. Nglihat Ulil semakin tidak tega. “Bray, ternyata mukaku ada
panunya”. Mungkin Ulil dari tadi sibuk untuk mencari persamaan mukanya dengan
pantat Mahasiswi Prawat tadi. Setelah Ulil menghabiskan rokoknya, dan aku
menghabiskan susu, kami pun pulang ke rumah masing-masing.
Sesampainya di rumah Anis sms aku
terlebih dahulu. “Kak, udah nyampai rumah?” gila, dia malah sms terlebih
dahulu. Malam itupun kami smsan. Hari-hari berikutnya juga tetap smsan. Apakah
Anis ada perasaan ke aku yang bermuka culun? Entahlah. Tapi anehnya tiap kali
aku bertanya nama Facebooknya, dia menolak. Aku pingin main ke rumahnya, dia
juga menolak. Ada apa sebenarnya? Apa ada yang dia sembunyikan?
Suatu malam di malam minggu, aku sms
dia terlebih dahulu.
“Dek, lagi apa? Kok smsku tadi sore
gak kamu bales?”
“Kenapa Bos?” itu balesan dari sms
dia, aku heran, kenapa dia manggil bos?
“Iya kenapa kok gak bales sms?” ku
coba tanya lagi.
“La emang kenapa bos, Anisnya lagi
jalan-jalan sama aku. Aku pacarnya bos” gila, dia udah punya pacar. Awalnya aku
mau bales minta maaf, tapi kok cemen. Akhirnya aku bales. “Owh, yaudah salamin
sama Anis, bilang dapet salam dari aku, SENIORNYA” itupun aku ketik dengan
tangan yang gemeteran.
Pada akhirnya, frekuensi smsanku
jadi jarang. Aku korban PHP Anis.
Yah,
itulah sepenggal kisah PHP yang pernah aku alami. Entah istilah dari mana itu
PHP (Pemberi Harapan Palsu). Intinya, buat apa kita menaggapi perasaan orang
kalau kita tidak bisa membalasnya. Seperti pada kasusku dengan Anis, Anis
teramat perhatian dan dia juga tidak cerita kalau punya cowok. Sama sekali.
Buat apa kita menyambut genggaman orang lain ketika
tangan kita sudah ada yang menggenggamnya.