Wednesday, December 25, 2013

Siklus Hidup Anak Kos




            Sebenarnya tulisan yang serupa ini pernah saya tulis di akun jejaring sosial saya, facebook yang bernama “Empresa Aliph”. Tetapi di Blog ini, saya akan mencoba memaparkan yang lebih unik. Tetapi tetap bertajuk yang sama. Sesuai judulnya, “Siklus Hidup Anak Kos”. Kalau bicara siklus, jadi keingetan pelajaran sejarah dan biologi yang mebahas kehidupan. Tidak lepas juga manusia dari monyet. Tapi di zaman modern ini, bicara siklus malah kayak siklus MLM. Eits, tapi aku bukan korban MLM, tapi korban PHP, hehe.
            Kenapa mirip siklus MLM. Coba deh bayangin level-levelan MLM, ada level 1, level 2 dan seterusnya. Dan tiap levelnya akan berbeda pula uang yang nantinya didapet, ya tergantung dengan seberapa banyak korban yang didapet, simpelnya. Sedangkan anak kos, 1 bulanlah siklus kehidupanya. 10 hari pertama makan pakai ayam bakar, iga bakar dan sejenis makanan lainnya yang berharga di atas Rp. 10.000 an lah. Pada 10 hari berikutnya, lumayanlah, soto, nasi goreng pokoknya yang menengah. Tapi, pada 10 hari terakhir dalam 1 bulan, kebanyakan mie instans. Gak percaya? Saya sudah survei kepunjual makanan di kantin kampus saya.
            Tapi tetap ada hal yang bisa dibanggakan dari anak-anak kos. Merekalah salah satu pemegang pepatah, “roda selalu berputar, kadang di atas kadang juga di bawah”. Iya, mereka punya siklus dimana punya uang, dan siklus dimana tidak.
            Sama halnya seorang pekerja, awal bulan merupakan kabar yang paling mengharukan bagi anak kos. Mungkin mereka para anak kos ketika awal bulan, mereka saling berpelukan, sambil terisak tangis yang mengakibatkan ingus mereka meleleh sambil nari poco-poco dan dengan diiringi lagu We are the champions. Itulah saking terharunya mendapatkan kiriman. Gak nyambung kan lagu We are the champions sama tari poco-poco. Terlalu mendramatisir nampaknya.

Tuesday, December 24, 2013

Si Biru dan Si Putih




Pada tulisan ini, aku akan ngebahas tentang nasibku yang anjlog drastis setelah ganti motor. Sebelumnya, aku akan ngebahas foto yang mio putih diatas itu dulu. Itu ketika sewaktu aku pulang kerja disalah atu restoran burger di Semarang. Malam itu ketika aku pulang kerja, aku nongkrong di Simpang lima (pusat kota Semarang), mestinya motor gak boleh parkir di samping lapangan. Tapi karena iseng dengan tulisan yang ada difoto, aku nekat parkir di situ. Alhasil ada mobil Satpol PP yang menghampiriku, dan berkata “Mas, kalau parkir jangan di jalanan gitu, lebih menjorok ke lapangan mas”. Heran, berarti secara gak lagsung Petugas Satpol PP mengijinkanku untuk melanggar aturan.
Oke, kembali ke topik.
            Selama ini, aku baru ganti motor sekali, jadi total motor yang pernah aku miliki Cuma 2 motor. Motor biru yang ada difoto itu sudah nemenin aku selama kurang lebih 7 tahun. Banyak kenangan yag aku habiskan dengan motor itu, dari mboncengin 13 pacarku, hingga nabrak bapak-bapak tukang sayur. Jupiter Zku itu merupakan motor yang baik, dari keluarga yang bibit-bebet-bobotnya jelas, dan yang pasti dia motor yang sopan. Semua anggota keluargaku sayang sama si Jupiter. Pernah mantanku nyuruh aku ngejual si Jupez (Jupite Z).
            “Beb, ganti motor aja gitu”
            “Kenapa emang? Motor ini tu banyak kenanganya” jawabku
            “Gak gitu. Ganti aja sama yang lebih muda”
            “Tapi, motor ini tu temen paling setia, bahkan lebih setia dari mantan-mantanku”
Dan ternyata benar, motorku lagi-lagi lebih setia dari si mantanku tadi. Selang beberapa bulan setelah putus dengan mantanku tadi, aku pergi ke Jakarta karna ada kunjungan ke KEMENDIKBUD. Setelah pulang dari Jakarta, si Jupez sudah dijual. Aku sempat merengek, minta untuk ditunjukin alamatnya si Jupez yang baru. “Udah iklasin, Jupez udah sama orang lain, kalau kamu kayak gini, gimana sama kelangsungan kamu dengan motormu yang akan datang. Move on lip” kata nyokapku menghibur.
            Selang 3 hari berikutnya, datang motor baru dalam kehidupanku. Layaknya pacaran, aku pun melakukan PDKT dengan si Mio putih dan aku panggil dia Mipu. Mipu lebih kece dibandingkan si Jupez, tapi kenangan-kenagan bersama Jupez tidak bisa hilang dengan mudah. Susah untuk Move on dari si Jupez. Meski begitu, mau tidak mau aku harus sering jalan bareng dengan Mipu. Dan akhirnya aku bisa! Bisa untuk menyayangi si Mipu. Tapi, entah dimana sekarang kamu si Jupez, ku harap kamu baca tulisan ini, ingat aku tetap sayang kamu, dan semoga kamu sekarang bersama orang yang tepat dan bisa menjagamu layaknya aku menjaga dan menyayangimu.
            Setelah berganti motor, nasibku juga berubag total. Kata teman-temanku, karismatikku turun drastis ketika berganti motor. Dari yang si Jupez yang selau mendatangkan cinta untukku, tetapi sekarang, Si Mipu tak sehebat Si Jupez dalam hal percintaan. Padahal secara fisik, si Mipu jauh di atas dari si Jupez.
            “Lif, cewekmu siapa sekarang?” tanya teman cowokku ketika sedang aku boncengin.
            “Hah, gak ada. Gak punya”
            “Masak motor baru pacar juga gak baru”
            “Emangnya ada gitu pacar yang dijual, trus jualnya eceran gitu? Atau dikredit?” tanyaku.
            “La emang cewek itu kamu anggep krupuk. Mungkin kamu belum bisa Move On dari mantanmu lif” Seketika aku terdiam, mungkin temanku benar. Bukan masalah ganti motor, tapi di sini, di hatiku. Ganti motor itu kayak ganti pacar, harus ada masa-masa pembiasaan.

Sunday, December 15, 2013

Potong Rambut Bergaransi




Aku memiliki seorang teman ketika SMA, namanya Samsudin. Kalau ditanya diskripsi orangnya, dia mirip UPIL. Kecil, item, udik, dan mungkin asin. Samsudin merupakan teman seperjuanganku dalam masa-masa keculunan SMA. Meski mirip upil, Samsudin merupakan salah satu murid kesayangan dari guru sosiologi di sekolahanku. Saking sayangnya, Samsudin diberi uang buat potong rambut karena rambut dia sudah terlampau panjang. Bisa dibayangin, ketika ada manusia kerdil mirip upil memiliki rambut yang gondrong. Ya, UPIL GONDRONG jadinya.
Aku masih inget detik-detik si Samsudin diberi uang, tapi ini aku buat mendramatisir. OK.
“Samsudin anakku, rambutmu sudah terlampau panjang. Apakah kau tidak mau potong rambut?” Kata guruku.
“Ampun baginda guru. Sebenarnya saya ingin potong rambut, tetapi saya sedang tidak punya uang”
“Sini anakku. Kamu sudah bapak anggap anak sendiri. Maka dari itu, bapak beri kamu uang, tetapi besok harus sudah potong rambut”
Sekelas bersorak. Bukan karena bangga terhadap guru kami yang berwibawa. Tetapi wabah kutu yang akhir-akhir ini Samsudin sebarkan, akan hilang sudah. Dan kami harap hari-hari esok akan menjadi hari-hari kami tanpa kutu rambut.
Sebagai pemilik rambut berombat khas Indonesia, tentunya memilih gaya rambut menjadi hal yang membingungkanku. Mau direbonding, takut disangka niru gayanya Andika KangenBand. Mau dibuat gimbal, tar disangka penerusnya Mbah Surip. Pernah aku gondrongin, bukan kayak UPIL GONDRONG, tapi kata temenku malah kayak SETAN UPIL.  Akhirnya aku tetap dengan gaya yang senatural mungkin. Setidaknya itulah yang bisa aku lakukan.
Suatu malam aku pergi ke tempat pangkas rambut dekat rumahku. Ketika sudah nyampe, ternyata antre lumayan banyak. Waktu antre, aku habiskan untuk smsan dengan gebetanku. Sari namanya. Lupa mengisi pulsa, pulsa abis. Mau beli, tapi sudah waktunya rambutku dieksekusi. Untungnya aku masih punya pulsa internet, dan aku coba menghubungi sepupuku yang jualan pulsa via whatsapp.
“Bang, mau potong apa bang?” tanya tersangka pemotong rambut.
Sambil masih megang HP, aku duduk dikursi kayu bekas pantat kakek-kakek beruban yang potong sebelumku. “Biasa aja mas, yang penting belakang sama sampingnya radak ditipisin ya mas. Soalnya cepet panjang” terangku pada mas-mas berjenggot itu.
Dengan masih memainkan HP, aku konsen menghubungi sepupu perempuanku yang ternyata dia sedang ribut dengan pacarnya. Alhasil aku malah jadi tempat curhatanya. Aku masih inget isi curhatanya.
“Lif, bayangin aja. Aku tu capek pulang kuliah. Udah di kampus judul skripsiku ditolak. Sampe rumah malah adekku mipisin tempat tidurku, eh pacarku sendiri gak bales smsku lif. Bayangin........ Sory, saldo pulsaku abis”
Sesuai perintah sepupuku, aku bayangin. Dan aku menarik sebuah simpulan. Capek kuliah? Gak usah kuliah. Kasur dipipisin adik? Pipisin gantian aja. Masalah pacar gak bales sms? Entahlah. Memang ya, punya sepupu cewek itu? Entahlah. Dan kesimpulan yang terakhir, sepupuku adalah salah satu tersangka PHP. Kenapa gak dari tadi bilang kalau gak ada saldo.
Setelah asik jadi korban PHP, aku sama sekali gak ngeliatin kerjaannya sipemotong rambutku. Setengah kaget aku kaget.
“LOH MAS...... ini kenapa model rambutku mirip potonganya monyet-monyet yang dilarang di Kota Jakarta?” setengah kaget, tapi kaget.
“Loh bang, katanya yang samping sama belakang ditipisin. Berarti yang tengah atas dibanyakin dong bang” terangnya.
“Ini kalau saya ke Jakarta dikira topeng monyet. Dan bisa-bisa nanti saya dikarantina sama Pak Jokowi. Gak mau mas (sambil kencing di celana). Balikin rambut saya mas, balikin......”
Setelah memperhitungkan segala sesuatu hal. Akhirnya saya pahami. Tidak ada tempat pangkas rambut bergaransi. Begitu pula dengan cinta. Sebanyak-banyaknya kita berkorban ke pasangan kita, belum tentu kalau kita sudah putus denganya, maka cinta kita akan dibalikin. Karena cinta tidak ada garansinya.

Tuesday, December 3, 2013

Telat 4L4Y



            Istilah “Telat 4L4Y” ku dapat dari salah seorang sahabatku yang bernama unyu-unyu, Alink. Semoga dia baca tulisanku ini, dan semoga ke unyu-unyuanya segera disahkan oleh UNESCO. Oke, tulisanku saat ini bukan semata-mata membahas 4L4Y saja. Aku pakai judul sedemikian rupa karena istilah terebut masih terngiang-ngiang difikiranku.
            Aku rasa anak-anak muda Indonesia itu tidak mempunya konsistensi yang stabil. Coba bayangkan ketika mereka melihat orang 4L4Y, pasti mengatakan “hih, orang kok pakaianya kayak pelangi. Baju merah, celana biru, sepatu kuning, rambut dicat hijau. Hih 4L4Y”. Tapi kalau mereka melihat Boysband korea, atau aliran K-POP, pasti mengatakan cakeplah, kerenlah. Dan mereka menolak jika idola mereka dikatakan berpenampilan 4L4Y. Satuhal tentang orang 4L4Y, orang 4L4Y tidak akan masuk surga. Melainkan akan masuk 5URG4.
            Bicara tentang tren berpenampilan anak muda Indonesia, mereka itu cemen. Hanya bisa ngikutin gaya berpakaian orang lain yang terlihat bagus dimata mereka. Meskipun barang yang mereka pakai KW (imitasi).
            Saya pernah suatu ketika melihat orang memakai kalung tasbih.
            “Mbak, mbaknya ngefans sama Syah Puji ya?”
            “Enggak kok mas, kenapa?” tanya balik.
            “La itu, kenapa sok-sok’an makai kalung tasbih”
            “Owh ini mas. Kan lagi ngetren mas” bela mbaknya.
            “Kirain salah satu istrinya Syah Puji. Padahal tasbih buat dzikir kan mbak? Apa jangan-jangan tahlilanya mbak di diskotik?” tanyaku. Mbaknya diem, lalu masang muka nyolot. Biarlah.
            Aku juga pernah liat seseorang yang sok elit. Punya dua handphone, Blackbarry dan Android. Memang keliatan berkelas, tapi Blackbarry yang dibawanya CDMA yang harganya murah, itupun belinya seken. Dan Androidnya gunta-ganti SIM-CARD, katanya ngincer bonusan internet. Alhasil dia sama sekali tidak mempunyai no yang bisa dihubungi secara konsisten.
            Menurutku, cobalah untuk berpenampilan apa adanya. Menjadikan penampilan yang minimalis tetapi secara optimal. Tidak berlebihan. Gak usahlah sok-sok’an ngikutin tren, padahal kita tidak bisa ngikutin. Atau, buatlah dirikita sebagai pusat tren (membuat tren sendiri). Jika takut ketinggalan jaman atau dianggap kuno, atau yang lebih parahnya kalau takut gak dilirik lawan jenis. Berarti kalian-kalianlah yang memang ngerasa gak percaya diri. Dan kalian takut gak laku.

Monday, November 18, 2013

Culun + Nahan Boker = Garing


Bagian 1
            Ya kenapa garing? Jelas garing kalau orang yang seculun aku ikutan acara Stand Up Comedy. Walaupun Cuma sekaliber kampus, tetep aja garing. Aku lebih suka nglawak lewat tulisan. Karena jika nulisnya salah bisa dihapus. Beda kalau ngomong, gak mungkin kan omongan kita dihapus terus diulang. Gak ada tombol Backspace.
            Dilihat ratusan orang bikin kita di depan lebih mirip orang gila yang gagal gila. Gak lucu kan. Sama, aku juga. Apalagi nunggu giliran maju, kita lebih mirip kayak seorang suami yang nungguin istrinya lahiran tapi sang suami juga nahan boker. Kebayang gak? Teriak-teriak “Ayo keluarin, ayo keluarin” nah, mana yang mau dikeluarin? Si jabang bayi, apa kotoran dalam perut. Tapi untungnya ketika sudah maju, LEGA. Mirip ketika kita udah pup, walaupun di celana.
            Ketika sudah di depan, hanya ada 2 pilihan. 1. Bikin tertawa 2. Kita yang ditertawain karena garing. Tapi apalah pilihanya, yang penting tetap bikin tertawa. Bedanya kita lucu atau jadi bahan lelucon.
            Sebenarnya ikut Stand Up Comedy bukanlah pilihan saya. Tapi, dipaksa. Mending diperkosa daripada dipaksa. Karena, jika diperkosa dan kita tidak bisa melawan, nikmati saja. Toh juga enak. Kalau dipaksa? Entahlah, menurutku gak ada pilihan. Aku juga masih bingung, kenapa harus dipaksa aku. Alasanya, mukaku itu mirip Raditya Dika. Padahal apa? Gak sama sekali. Mukaku lebih mirip perpaduan antara culun ditambah ekspresi nahan boker, terus ditambah ekspresi ketauan nyolong daleman nenek-nenek jablai. Gak banget gitu.
            Acara memang cukup meriah, tapi ada jeda untuk istirahat. Aku manfaatin buat nulis tulisan ini. Sebentar, hasil juaranya nanti dibaca paling akhir aja. Kalian tau bagaimana rasanya nunggu pengumuman? Mirip kalau kita udah lega maju, dan rasanya kayak pup dicelana. Jadi sama. Ini kotoran mau dibuang kemana? Lengket di celana, ketauan gak ya? Nah begitulah rasanya.
BENTAR, SAYA MASIH NUNGGU PENGUMUMANYA.
Bagian 2
            Kalau di bagian 1, aku nulis ketika sedang istirahat. Tapi pada bagian 2 ini, aku udah pulang dan nulis di rumah. Sebentar aku mau curhat. Setelah pulang, ternyata hujan. Walaupun udah make mantel rempong, tetep aja dingin. Alhasil aku nulis di bagian 2 ini dengan posisi ngangkremin bantal sambil ditemenin susu anget. Kebayang gak? Kalau gak yaudah.
Oke saya lanjut.
            Nah pengumuman pemenang sudah diumumkan. Aku duduk di bangku penontot dengan ditemani seorang Mahasiswi semester tua, tapi gak mau dipanggil “mbak” sebut saja dengan inisial “Jumi” (owh bukan inisial to). Dialah tersangka utama yang nyuruh-nyuruh aku sok-sok’an ikut Stand Up Comedy.
            Memang sudah ku sangka, kalau aku KALAH. Ya..... Sama sekali gak akan nyesel. Kenapa? Aneh aja kalau leluconku yang garing ini jadi juara.
            Tapi aku tetap berterimakasih kepada semua pihak yang mendukungku. Buat mbak-mbak Asrama Unissula, terkhusus Jumi’, buat kawan-kawan seangkatan juga makasih do’anya. Ma’af uang hadiahnya belum tak dapetin, sehingga hutang-hutangku belum bisa lunas sekarang (Loooooh). Juga buat adek-adek angkatanku yang tadi melihat, sampai sempet buat status karna temaku yang membawa “Bahasa dan Sastra Indonesi” statusnya kayak gini, Applause buat tema Empresa Aliph di stand up comedy unissula.

           Semua terimakasih.... KALIAN LUAR BIASA.... (Udah mirip kata pengantar penulis hebat apa belum? Hehe) Owh iya, itu foto hiburan. Gak aku kasih foto ketika diatas panggung karena file masih di panitia. Seadanya ajalah.....

Saturday, November 16, 2013

Tertolong Oleh Keculunanku



        16 November 2013, Band NOAH berkunjung ke Semarang. Sebagai salah satu fans, tentu aku akan hadir. Tapi masih bingung sama siapa aku nantinya datang? Bahkan sampai aku promisikan diriku di jejaring sosial facebook, seperti ini Ada yg mau tak ajak nonton NOAH breng gak? GAK ADA.! Yaudah, terimakasih. @kata dosen "sama-sama". Yaudah brangkat sendiri. Yaudah ati-ati. Yaudah iya. Yaudah sana berangkat. Yaudah nanti berangkat sendiri. Yaudah. Yaudah. Tapi, tetap saja tidak ada yang tertarik ku ajak.
            Ku buka kontak HP, tidak ada satupun gebetan yang ada. Aku buka whatsapp dan ku inbox teman cowok. Juga tidak tertarik buat nonton. Apa boleh buat, ku berniat berangkat sendiri. Tapi ketika sore hari, sepupuku sampin rumah mengajugan diri untuk ikut nonoton. Tapi apa? Aku tolak. Kenapa? Dia cewek, dan yang paling ngeri, dia hamil. Katanya ngidam pingin liat Ariel. Coba deh bayangin jika aku ngajak. Dengan perut buncitnya, bisa saja hal-hal yang buruk terjadi. Misal, dia tiketnya bayarnya dobel. Tekor aku nantinya. Akhirnya aku berangkat sama spupuku yang cowok.
            Sesampainya disana, benar. Rame. Spupuku nyuruh aku beli tiket, dia nongkrong sama temanya yang kala itu jadi tukang parkir. Ini kali pertama aku beli tiket konser. Calo-calo berkeliaran, menjajakan tiket mirip menjajakan narkoba. Dari kejauhan suara cewek memanggilku. Dengan muka polos aku bilang tanggapi panggilanya.
            “Alif kan?” tanya seorang cewek yang lumayan cantik.
            “Iya, siapa ya?”
            “Ini aku, Ani. Yang nolak kamu pas SMA” terangnya.
            Sumpah, kata “nolak” merupakan kata pemperkosaan yang keji bagiku. “Ani yang mana? Mungkin mbaknya salah orang kali. Tapi kalau nolak orang culun kayak aku ini, itu baru bener”
            Lalu dateng seorang cowok berperawakan alay-alay. “Ani, jadi dia slingkuhan kamu? Gak nyangka ya, orang jelek kayak gini yang kamu pilih. Bakalan nyesel kamu”. Sumpah, aku linglung kayak orang ngempet buang hajat besar. Ini apa?
            Akhirnya cowok tadi pergi. Dan si Ani tadi sebelum pergi bilang “makasih, aku tau namamu dari percakapanmu sama masmu tadi diparkiran”. Kini aku sadar, aku korban, korban dari drama Ani. Dan aku sadar, orang culun bisa ngalahin orang Alay.
            Sesampainya di dalam, ribuan orang berjingkrak-jingkrak ria. Ini yang mengkhawatirkan. Bisa saja aku yang sering dikira cewek bisa jadi korba pelecehan seksual. Atau mungkin yang lebih parahnya, aku yang pendek ini bisa gepeng terinjak-injak penonton lainya.
            Aku dan spupuku lumayan dekat dengan panggung. Lumayan dekat pula dengan copet-copet. Benar, semuanya jingkrak-jingkrak gak jelas. Termasuk spupuku. Kenapa harus dengan cara seperti ini mereka menikmati musik. Dengarkan dan nikmati saja menurutku cukup. Tapi pada akhirnya aku juga ikut bernyanyi. Mungkin dikala ini aku bisa pamer olah vokalku yang mirip banci kesetrum. Gak bakalan ada yang nglarang.
            Pada akhirnya ada sebuah kejadian. Ada seorang pria yang berprawakan pendek. Dengan sangat jelas, aku melihat tanganya dengan trampil mengambil dompet penonton di depanya. Lalu dia tersenyum padaku da pergi. Aku harus bagaimana? Muka culunku tidak bisa meyakinkan orang. Itu pasti. Sang pemilik dompet menyadari kalau dompetnya hilang. Dia melihatku dengan wajah curiga. Mungkin karena aku yang tadi melihatnya terus, jadi aku yang dianggap tersangka.
            “COPET.......!!!!” teriaknya sambil menunjukku. Sontak sekeliling kami melihatku. Untung spupuku yang berprawakan besar segera merangkulku dan berteriak “Heh gila ya, orang culun kayak gini dituduh copet” sempat aku berbisik pada spupuku “tapi kagak usah nyebut culun juga kampret....”. Petugas keamanan menggeledahku. Bukti tidak ditemukan. Tuduhan tadi memang gak seberapa. Tapi malunya itu yang luar biasa.
            Mungkin benar, “culunku adalah malaikatku”.

Tuesday, November 12, 2013

Mau Jadi Buruh Aja Deh



Terkadang aku bingung dengan keadaan Negara ini. Kalau bisa digambarkan, negara ini mirip dengan kandang atau kebun binatanglah. Bagaimana tidak, semua ada, mulai tikus berdasi, bajing lompat, musang berbulu domba, bahkan buaya darat. Hampir lengkap. Dan mungkin rakyat Indonesia sendiri bisa digambarkan sebagai kambing, dikasih makan mbeeeek, gak dikasih juga mbeeeek. Persis, gak dikasih minta, dikasihpun juga bilang kurang.
Misal, UMR (gaji) para buruh tiap tahunya selalu meningkat. Tetapi realitanya tetap ada kan demo para buruh minta kenaikan gaji. Itulah sifat kambing. Uang memang membuat segalanya berubah. Lebih mending kambing sih, ketimbang srigala berbulu domba. Apa gak malu bulunya yang lurus jadi gimbal.
Ada sebuah cerita, tetanggaku ada yang bekerja sebagai buruh. Dia diajak demo sama teman-temannya, dia diancam, jika tidak ikut demo, maka dianggap cemen. Untungnya dia gak ikut demo, karna anaknya sunatan. Mungkin titit anaknya yang dipotong pak mantri membawa berkah, sebab teman-temanya yang demo semuanya dipecat tanpa pesangon. Ironis. Tapi inilah negri yang mirip kebun binatang.
Lantas pekerjaan apa yang bermartabat? Mau jadi polisi, tapi polisi di Indonesia dianggap preman berseragam. Bahkan nembakin warga yang gak bersalah. Emangnya warga itu maling, padahal polisinya yang maling. Mau jadi dokter, tapi beaya kuliahnya mahal. Sempat terfikirkan tentang nasib anakku kelak, nantinya aku suruh jadi apa? Buruh nampaknya cocok. Sebab di Jakarta sendiri UMR tahun 2014 kemungkinan 2,4 Juta. Kalau 25 tahun kemudian naik jadi berapa?
Coba bayangin dialog anak kita ketika besok sudah sekolah di bangku SD
Guru : Anak-anak, besok kalau sudah gede mau jadi apa?
Anak : Jadi buruh bu. (jawab serentak)
Guru : (dengan masang muka bengong) Loh kenapa jadi buruh?
Anak : Gajinya gede bu. Lagian gak butuh ijazah sebagai Mahasiswa, cukup lulus SMA. Dan yang lebih penting, gak bakalan korupsi.
Guru : Bagus (dengan muka terharu)
Ironis kan. Mungkin guru tersebut juga nyesel jadi guru.

Aku, Korban PHP



        

         Sore menjelang malam itu aku dan Ulil pergi ke Mini Market. Ulil nyari rokok + nongkrongin parkiran nungguin cewek bahenol lewat. Dan aku, cari minum aja + kalo bisa nyari cewek juga sih. Terbukti, cewek bahenol lewat, tapi anehnya Ulil sama sekali kagak melototin, malah dia nertawain. Kenapa ? cewek bahenol berkedok Mahasiswa Perawat itu jalan bukan dengan sok anggunya, eh malah garuk-garuk pantat di depan Ulil.
            “Gila men, kalau cewek bahenol lewat aku mau sih nikahin terus 7 hari gak bakalan make celana dan cukup dikamar. Tapi ini, bahenol sih, tapi kok pake garuk-garuk pantat segala”
            “Ya mungkin mukamu mirip kutu atau jamur yang nempel di pantatnya. Atau jangan-jangan malah mirip panu” jawabku dengan muka mengasihani Ulil.
            Akhirnya aku ninggalin Ulil yang sedang ngaca di spion motornya, mungkin sedang ngelihat persamaan mukanya sama panu. Aku masuk ke dalam Mini Market. Jleb, banyak Mahasiswa-Mahasiswi baru yang sedang berbelanja kebutuhan Ospek. Sebagai senior, tentunya wajahku yang culun dan seharusnya dijauhi karena keculunanku malah terbalik. Aku dikroyok pertanyaan-pertanyaan. “Kak besok bawa apa aja?”, “Kak” ini-itulah aku jawab seadanya.
            Tapi ada 1 Mahasiswi yang membuatku harus membusungkan dada mirip superman. Anis namanya. Cewek imut itu melunturkan keculunanku. Ruanganyang ber-Acpun berubah semakin sepoi-sepoi. Mirip seperti adegan India-india yang sedang pada adegan menyanyi di padang rumput. Tapi bedanya aku di rak-rak pembalut.
            “Kak, makasih ya karena udah ngasih tau Anis buat bekal besok” tanya anis dengan dihiasi senyum dan lesung pipinya. Manis sekali.
            “Owh iya sama-sama, udah dapet bekal buat besok?”
            “Udah kak, kakak sendiri belanja apa?”
            “Owh, ini. Cuma susu”
            “Masih minum susu? Gak papa sih. Owh iya kak, boleh minta nomor handphonnya kakak? Owh iya, kita belum kenalan kak, aku Anis” sambil menyodorkan tangannya yang putih untuk mengajak berjabat tangan.
            “Ni kamu ngajakin aku kenalan? Ni bukan diacara TV-TV yang artisnya nyamar gitu kan. Atau jangan-jangan kamu artis” akupun clingak-clinguk nyari kamera. Memang ada, tapi kamera CCTV milik Mini Market.
            “Enggak kak” rengeknya yang menambah kemanjaanya.
            “Ok, aku Alif. No 085727****** “
            Setelah berpamitan, aku pun keluar dari Mini Market. Nglihat Ulil semakin tidak tega. “Bray, ternyata mukaku ada panunya”. Mungkin Ulil dari tadi sibuk untuk mencari persamaan mukanya dengan pantat Mahasiswi Prawat tadi. Setelah Ulil menghabiskan rokoknya, dan aku menghabiskan susu, kami pun pulang ke rumah masing-masing.
            Sesampainya di rumah Anis sms aku terlebih dahulu. “Kak, udah nyampai rumah?” gila, dia malah sms terlebih dahulu. Malam itupun kami smsan. Hari-hari berikutnya juga tetap smsan. Apakah Anis ada perasaan ke aku yang bermuka culun? Entahlah. Tapi anehnya tiap kali aku bertanya nama Facebooknya, dia menolak. Aku pingin main ke rumahnya, dia juga menolak. Ada apa sebenarnya? Apa ada yang dia sembunyikan?
            Suatu malam di malam minggu, aku sms dia terlebih dahulu.
            “Dek, lagi apa? Kok smsku tadi sore gak kamu bales?”
            “Kenapa Bos?” itu balesan dari sms dia, aku heran, kenapa dia manggil bos?
            “Iya kenapa kok gak bales sms?” ku coba tanya lagi.
            “La emang kenapa bos, Anisnya lagi jalan-jalan sama aku. Aku pacarnya bos” gila, dia udah punya pacar. Awalnya aku mau bales minta maaf, tapi kok cemen. Akhirnya aku bales. “Owh, yaudah salamin sama Anis, bilang dapet salam dari aku, SENIORNYA” itupun aku ketik dengan tangan yang gemeteran.
            Pada akhirnya, frekuensi smsanku jadi jarang. Aku korban PHP Anis.
Yah, itulah sepenggal kisah PHP yang pernah aku alami. Entah istilah dari mana itu PHP (Pemberi Harapan Palsu). Intinya, buat apa kita menaggapi perasaan orang kalau kita tidak bisa membalasnya. Seperti pada kasusku dengan Anis, Anis teramat perhatian dan dia juga tidak cerita kalau punya cowok. Sama sekali.
            Buat apa kita menyambut genggaman orang lain ketika tangan kita sudah ada yang menggenggamnya.