Saturday, January 25, 2014

Mantan, Mantan, dan Mantan




Berani menjalani sebuah hubungan, berarti juga berani untuk kehilangan sebuah hubungan. Itu sudah menjadi hukum wajib dalam kehidupan. Seperti mati dan hidup, atau surga dan neraka, serta seperti gatal di hidung itu menandakan ada upil di dalamnya. Dalam tulisanku kali ini, akan aku bagikan cerita-cerita tentang beberapa kejadian ketika aku diputusin dan mutusin.
1.    Lisa
Ketika di SMA, tepatnya di MAN 1 Semarang, aku pernah punya pacar yang bernama, Lisa. Lisa orangnya alim, baik, dan tutur katanya sangat pedas. Hubungaku dengan Lisa memang tidak lama, terhitung hanya 1 bulan 10 hari. Usut punya usut, dia mutusin aku karena dia nyadar dengan kegagalan ibuku membuat mukaku cakep, alhasil dia lebih milih mutusin aku dan jadian dengan sahabatku kala itu. Alias, pacarku diembat.
Ketika kami sudah putus, Lisa menganggap sama dengan sampah. Kenapa?. Dia mutusin aku, itu lewat SMS. Kemudian aku temuin dia.
“Dek, kamu mau putus sama aku” tanyaku.
Dia cuek, dan tetep nglanjutin jalanya diantara beberapa deretan montor di parkiran sekolah kami. Aku akhirnya nanya dia lagi, “Dek, gak bisa kayak gini dong. Kamu anggep aku ini apa?”
“Sudah cukup kak, sudah. Kita udah putus” jawabnya singkat.
Aku tarik tanganya, dan bilang “Tapi, apa alasanya?”
“Pokoknya aku mau putus!” dia berhenti dari jalanya
“Lantas kamu anggep aku ini apa?”
“Aku itu kalau udah putus yaudah putus. Kamu nanya kan kamu aku anggep apa? Mantan bagiku itu SAMPAH!!!!”
Itu pertama kali aku ianggep sampah. Sumpah, itu nyesek.
2.    Casa
Hubunganku sama Casa berjalan kurag lebih lima setengah bulan. Cukup lama dan berkesan. Casa itu cewek yang cukup tomboy dengan dandanan mirip anak alay. Tapi aku sayang dia (waktu itu). Kata  teman-temanya Casa dan kata mata kepalaku sendiri, Casa balikan sama mantanya. Sama dengan hubunganku dengan Lisa, Casa mutusin aku juga di parkiran.
“Kak, kayaknya kita udah gak sejalan lagi” jelasnya.
“Maksudnya? Bukanya rumah kita sejalur, jadi jalan pulang kita sama. Dan kamu juga kalau pulang pergi bareng sama aku”
“Bukan itu. Maksudnya hubungan kita yang udah gak sejalan” terangnya.
“Iya terus?”
“Aku mau kita jalan sendiri-sendiri”
“Tapi? Sumpah aku belum maksud”
“Aku mau kita putus. Kamu terlalu baik buat aku kak”
Dan akhirnya benar. Kita jalan sendiri-sendiri dan gak sejalan. Aku akhirnya pulang sendiri. Dan dia, pulang sama mantanya. Alasan “kamu terlalu baik buat aku” itu bukan alasan yang tepat. Dia bilang kayak gitu karna memang gak ada alasan lain.
3.    Vivi
Vivi adalah cewek lugu yang pada awalnya. Tapi sadis pada akhirnya. Kala itu aku kelas 3 SMA, mau ujian kelulusan. Layaknya pelajar yang baik, aku harus belajar dengan sungguh-sungguh. Tapi Vivi over dalam memberikan peraturan dalam berpacaran. Harus SMS tiap detik, tiap malam harus ke rumahnya, harus perhatian, harus bokerlah, harus jangan lupa bernafaslah, harus hiduplah, dan harus, dan harus. Aku setres. Akhirnya aku juga bikin peraturan. Aku hanya bisa SMS setelah lewat pukul 9 malam, dan aku hanya bisa main ke rumahnya ketika malam minggu. Aku lakuin itu biar aku bisa konsen belajar. Dia gak terima, dan dia marah-marah kayak orang gila yang kesurupan (udah gila, kesurupan pula). Dan akhirnya aku putusin dia pakai gaya Lisa.
“Viv, aku tau kamu perhatian. Dan aku suka itu”
“Iya bagus dong sayang” jawabnya.
“Tapi dengan adanya peraturan-peraturan itu tadi aku jadi gila. Aku gak bisa belajar. Aku kan mau ujian”
“Kamu keberatan aku kayak gitu!” nadanya meninggi.
Dan akhirnya “Aku mau kita putus”
Dia bengong, dan mau nagis. Terus dia bilang “Kamu anggep aku apa?”
“Aku anggep kamu kayak sampah. Putus yaudah putus”
PLAAAAAAAK!!!!!!! Aku ditampar.
4.    Lilis
Sebelum aku dikatain “kamu terlalu baik buat aku” sama Casa. Aku pernah gituin mantanku, Lilis. Lilis cewek baik, pintar dan lincah, saking lincahnya dia pernah ngelompatin pager sekolah, karna dia telat masuk, dan roknya sobek gara-gara kesangkut pager.
Lilis cewek yang ramah, dia juga mudah bergaul sama orang-orang, dan dia juga setia kawan. Saking setia kawanya, aku sebagai pacarnya tidak dapet perhatian. Aku ditelantarin mirip kayak anak haram yang dibuang di pinggir jalan, terus suasana hujan, ditaruh di depan panti asuha (Kok kasian banget ya). Aku selalu dilupain, dia menganggap aku hanyalah aku, dan teman adalah segala-galanya. Perhatian sama teman itu baik, tapi ngelupain pacar sendiri itu apa baik?
Aku mau mutusin, tapi bingung cari alasan yang tepat. Dan pada akhirnya.
“Lis, aku mau ngomong sesuatu sama kamu”
“Iya, apa?”
“Aku mau kita udahan”
“Kenapa?” tanyanya.
Aku tarik nafas dalam-dalam, dan bilang “Kamu terlalu baik buat aku”
PLAAAAAAK!!!! Aku ditampar “Apa kamu bilang? Bilang aja kalau kamu udah bosen dan bingung cari alasan buat putus”

Dalam sebuah hubungan, sebuah perubahan itu pasti ada. Tinggal bagaimana kita menyikapinya dan bagaimana mengambil keputusan dalam sebuah perubahan. Karena dalam hal itu, ada dua pilihan “PUTUS” atau “TETAP LANJUT”

2 comments: