Aku
merupakan anak tertua dalam keluarga kami. Dan aku memiliki dua orang adik, Iva
dan Salma, mereka cewek. Layaknya anak pada umumnya, kami tentu memiliki sifat
dan kebribadian yang berbeda-beda.
Ketika aku kecil
Waktu kecil, aku merupakan anak
penakut. Problem watu kelas 1 SD, aku tidak mau ditinggal. Alhasil ketika
Bapakku nganterin aku, sesampainya di sekolah, aku dilempar layaknya orang
ngebuang celana dalam bekas ke sungai (kurang lebihnya seperti itu). Aku takut
waktu itu, karna aku belum kenal siapa-siapa.
“Ayo turun Lif” rayu Bapakku ketika
sampai di sekolahan.
“Tapi pak, aku takut. Aku gak kenal
siapa-siapa, nanti kalau ada temenku yang jahat gimana?”
“Yaudah, tinggal panggil Ultraman
kesayanganmu saja”
“Ultraman kan hanya karangan pak”
“Lalu kenapa kamu percaya kalau ada.
Udah sana turun, Bapak mau berangkat kerja”
“Tapi pak?” Bapak langsung menarik
tangan dan menetengku mirip meneteng anak kucing, lalu mengangkatku dari atas
motor, terus menaruhku di gerbang sekolah. “Pak, jangan tinggalkan aku, aku
anakmu pak” tanpa basa-basi Bapak menelantarkanku. Untung aku punya sepupu yang
juga sekolah di sana, dan mau mengakuiku sebagai sepupunya sebelum aku
dikrubungi lalat.
Selain itu tadi, ketika aku sudah
kelas 5 SD, timbul kenakalan-kenakalanku yang lain. Aku merupakan siswa yang
memiliki otak standard, tetapi ingin terlihat pintar. Untuk mendapatkan nilai
yang bagus di raport, aku tidak perlu belajar semalaman suntuk, aku hanya perlu
menuliskan nilai kesukaanku di raport. Ya, aku merubah nilaiku sendiri. Ketika
mendapatkan raport, sebelum aku berikan ke orang tuaku, aku merubah
nilai-nilaiku, waktu itu aku memang mafia yang kurang cerdik. Memang orang
tuaku tidak menyadrinya, tetapi ketika raport aku kumpulin ke guruku, aku pun
mendapat surat untuk pemanggilan orang tuaku.
“Lif, tadi bapak ke skolahanmu. Kata
gurumu, kamu tahun ini menjadi salah satu murid yang berprestasi” kata Bapakku
disebuah malam.
“Prestasi apa pak? Dan hadiah apa
yang akan aku dapat?” tanyaku.
“Prestasi kamu adalah sebagai
satu-satunya siswa yang berani menuliskan nilainya sendiri di raport. Keren
banget? Bapak gak nyangka lo kamu sehebat itu. Dan hadiahnya adalah, kamu akan
bapak iket di pohon mangga depan rumah. Biar titit kamu yang kecil itu dimakan
sama Genderuwo yang menghuni pohon mangga depan rumah. Pasti seru lif.”
Seketika aku mikirin tititku yang
kecil sedang dihidangkan di atas piring dan sedang disantap sama Genderuwo
sekeluarga. Aku berfikir keras untuk menolak hadiah atas prestasiku sebagai
murid terkreatif. Aku pura-pura hilang ingatan. Tapi gak jadi. Tar malah jadi
kayak gini : “Anda siapa? Saya siapa? Dan di mana saya?”, terus Bapakku njawab,
“Kamu anaknya Genderuwo depan rumah, ayo sana pulang ke Bapak Genderuwo dan Ibu
Genderuwomu”. Untung saja itu tidak saya lakukan.
Iva Ainul Farichah
Adikku yang ini merupakan adik yang
cukup luarbiasa. Dia memiliki kemampuan yang hampir sama dengan Bapak. Dia
pintar, agamanya kuat, kemampuan mengingatnya juga bagus, dan dia juga emosian.
Selain itu, dia juga paling tidak bisa diajak bercanda.
Suatu ketika adikku yang Salma
menggoda Iva, saat itu pula perang saudara pecah. Mereka akan menggunakan benda
apa saja untuk menjatuhkan lawan. Aku sempat berfikir, jika biasanya mereka
menggunakan bantal ketika perang, apakah mereka akan menggunakan batu nisan
buat pukul-pukulan jika nantinya mereka sudah mati.
Salma Arum Fuaida
Salma adalah manusia paling kecil di
rumah. Dia salah satu korba kutukan dari Bapak. Ketika Ibu masih hamil, Bapak
paling suka mengejek keponakanku, karna rambutnya kriting. Alhasil, Salma
sekarang memiliki rambut yang sama dengan anak yang diejek Bapak.
Salma adalah anak yang pandai
bermain drama. Ketika dia sedang dinasehati karna kenakalanya, dia selalu
ekting.
”Kamu tu sudah kelas 2 SD. Mbok
jangan nakal terus. Belajar, PR dikerjain. Apalagi kamu itu anak perempuan,
jangan teriak-teriak gak jelas gitu” Nasehat Ibuku.
“He, apa?” itulah yang keluar dari
mulut Salma. Ketika itu Ibu berfikir, itu anak denger atau memang gak mudeng.
Tapi ternyata Salma terus tertawa. Ya, dia ekting lagi.
Aku
sendiri juga pernah kena aksi dramanya. Waktu itu hujan, dia mau brangkat
sekolah, tapi bingung.
“Udah
sana jalan pakai payung” usulku.
“Gak
mau, capek kak. Anterin aku kak” ucapnya dengan wajah murung.
“Kakak
mau ngerjain tugas kuliah, jalan sama temen-temenmu itu lo”
“Kakak
itu gak sayang ya sama aku. Kalau nganterin Mbak Iva aja mau. Aku ini adekmu
apa gak to kak?” sekarang berubah dengan wajah sedih.
Sekarang
aku iba, benar-benar iba. “Cie-cie, kakak sedih ya. Senyum dong kayak gini.
Yaudah aku berangkat dulu ya kak” Salma malah nertawain aku. Dan dia ternyata
drama lagi.
hahahaha anak e om romani , hahaha
ReplyDeleteAku, Iva, dan Salma kan ya adekmu to mas.... woooo, anak'e pak Arifin
Delete