Saturday, January 18, 2014

Aku dan Saudara-saudaraku




Aku merupakan anak tertua dalam keluarga kami. Dan aku memiliki dua orang adik, Iva dan Salma, mereka cewek. Layaknya anak pada umumnya, kami tentu memiliki sifat dan kebribadian yang berbeda-beda.
Ketika aku kecil
            Waktu kecil, aku merupakan anak penakut. Problem watu kelas 1 SD, aku tidak mau ditinggal. Alhasil ketika Bapakku nganterin aku, sesampainya di sekolah, aku dilempar layaknya orang ngebuang celana dalam bekas ke sungai (kurang lebihnya seperti itu). Aku takut waktu itu, karna aku belum kenal siapa-siapa.
            “Ayo turun Lif” rayu Bapakku ketika sampai di sekolahan.
            “Tapi pak, aku takut. Aku gak kenal siapa-siapa, nanti kalau ada temenku yang jahat gimana?”
            “Yaudah, tinggal panggil Ultraman kesayanganmu saja”
            “Ultraman kan hanya karangan pak”
            “Lalu kenapa kamu percaya kalau ada. Udah sana turun, Bapak mau berangkat kerja”
            “Tapi pak?” Bapak langsung menarik tangan dan menetengku mirip meneteng anak kucing, lalu mengangkatku dari atas motor, terus menaruhku di gerbang sekolah. “Pak, jangan tinggalkan aku, aku anakmu pak” tanpa basa-basi Bapak menelantarkanku. Untung aku punya sepupu yang juga sekolah di sana, dan mau mengakuiku sebagai sepupunya sebelum aku dikrubungi lalat.
            Selain itu tadi, ketika aku sudah kelas 5 SD, timbul kenakalan-kenakalanku yang lain. Aku merupakan siswa yang memiliki otak standard, tetapi ingin terlihat pintar. Untuk mendapatkan nilai yang bagus di raport, aku tidak perlu belajar semalaman suntuk, aku hanya perlu menuliskan nilai kesukaanku di raport. Ya, aku merubah nilaiku sendiri. Ketika mendapatkan raport, sebelum aku berikan ke orang tuaku, aku merubah nilai-nilaiku, waktu itu aku memang mafia yang kurang cerdik. Memang orang tuaku tidak menyadrinya, tetapi ketika raport aku kumpulin ke guruku, aku pun mendapat surat untuk pemanggilan orang tuaku.
            “Lif, tadi bapak ke skolahanmu. Kata gurumu, kamu tahun ini menjadi salah satu murid yang berprestasi” kata Bapakku disebuah malam.
            “Prestasi apa pak? Dan hadiah apa yang akan aku dapat?” tanyaku.
            “Prestasi kamu adalah sebagai satu-satunya siswa yang berani menuliskan nilainya sendiri di raport. Keren banget? Bapak gak nyangka lo kamu sehebat itu. Dan hadiahnya adalah, kamu akan bapak iket di pohon mangga depan rumah. Biar titit kamu yang kecil itu dimakan sama Genderuwo yang menghuni pohon mangga depan rumah. Pasti seru lif.”
            Seketika aku mikirin tititku yang kecil sedang dihidangkan di atas piring dan sedang disantap sama Genderuwo sekeluarga. Aku berfikir keras untuk menolak hadiah atas prestasiku sebagai murid terkreatif. Aku pura-pura hilang ingatan. Tapi gak jadi. Tar malah jadi kayak gini : “Anda siapa? Saya siapa? Dan di mana saya?”, terus Bapakku njawab, “Kamu anaknya Genderuwo depan rumah, ayo sana pulang ke Bapak Genderuwo dan Ibu Genderuwomu”. Untung saja itu tidak saya lakukan.
Iva Ainul Farichah
            Adikku yang ini merupakan adik yang cukup luarbiasa. Dia memiliki kemampuan yang hampir sama dengan Bapak. Dia pintar, agamanya kuat, kemampuan mengingatnya juga bagus, dan dia juga emosian. Selain itu, dia juga paling tidak bisa diajak bercanda.
            Suatu ketika adikku yang Salma menggoda Iva, saat itu pula perang saudara pecah. Mereka akan menggunakan benda apa saja untuk menjatuhkan lawan. Aku sempat berfikir, jika biasanya mereka menggunakan bantal ketika perang, apakah mereka akan menggunakan batu nisan buat pukul-pukulan jika nantinya mereka sudah mati.
Salma Arum Fuaida
            Salma adalah manusia paling kecil di rumah. Dia salah satu korba kutukan dari Bapak. Ketika Ibu masih hamil, Bapak paling suka mengejek keponakanku, karna rambutnya kriting. Alhasil, Salma sekarang memiliki rambut yang sama dengan anak yang diejek Bapak.
            Salma adalah anak yang pandai bermain drama. Ketika dia sedang dinasehati karna kenakalanya, dia selalu ekting.
            ”Kamu tu sudah kelas 2 SD. Mbok jangan nakal terus. Belajar, PR dikerjain. Apalagi kamu itu anak perempuan, jangan teriak-teriak gak jelas gitu” Nasehat Ibuku.
            “He, apa?” itulah yang keluar dari mulut Salma. Ketika itu Ibu berfikir, itu anak denger atau memang gak mudeng. Tapi ternyata Salma terus tertawa. Ya, dia ekting lagi.
Aku sendiri juga pernah kena aksi dramanya. Waktu itu hujan, dia mau brangkat sekolah, tapi bingung.
“Udah sana jalan pakai payung” usulku.
“Gak mau, capek kak. Anterin aku kak” ucapnya dengan wajah murung.
“Kakak mau ngerjain tugas kuliah, jalan sama temen-temenmu itu lo”
“Kakak itu gak sayang ya sama aku. Kalau nganterin Mbak Iva aja mau. Aku ini adekmu apa gak to kak?” sekarang berubah dengan wajah sedih.
Sekarang aku iba, benar-benar iba. “Cie-cie, kakak sedih ya. Senyum dong kayak gini. Yaudah aku berangkat dulu ya kak” Salma malah nertawain aku. Dan dia ternyata drama lagi.

2 comments:

  1. hahahaha anak e om romani , hahaha

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aku, Iva, dan Salma kan ya adekmu to mas.... woooo, anak'e pak Arifin

      Delete