Tuesday, November 25, 2014

Ada Cicak Di SMA









            Seperti kebanyakan Mahasiswa yang lagi PPL, pada awalnya ketika aku PPL juga merasa grogi. Tapi pada akhirya juga merasa nyaman mengajar walau terkadang nahan boker sambil ingusan. Beruntung aku bisa nahan ingus dengan cara menyedotnya (loh, apa jal iki).
            Sebenarnya, ketika mengajar PPL bukan hanya pengalaman mengajar saja yang aku dapat, pengalaman aneh pula juga aku temui. Seperti ketika aku diberi jam mengajar kelas XII IPS (kelas 3 jurusan IPS). Ketika itu aku diberi amanah untuk mengajar dengan materi cerpen. Ketika itu aku berpikir “Halah, ngajar cerpen, paling materinya juga kayak gitu doang. Apa lagi aku juga suka nulis cerpen, buktinya yang aku tulis ini juga salah satu cerpenku”. Ternyata kagak semudah itu, bahkan kagak semudah boker pula, susah lo ngajar kelas XII, apa lagi IPS. Siswanya itu somplak-somplak.
            “Selamat siang, Assalamu’allaikum” Salamku ketika masuk kelas tersebut. Ketika itu aku berharap siswanya bakalan serentak menjawab, tapi malah pada sibuk ngrumpi sambil ngupil. Setelah pasang muka sabar, akhirnya siswanya pun “sedikit” memperhatikanku.
            “Pak, namanya siapa pak?”
            “Nama saya Alif, dan saya korban PHP” Jawabku.
            Dengan muka yang sedikit dihiasi upil, siswa-siswa tadi pun tertawa. “Kok bisa pak?” Tanya segelintir siswa.
            Jadi seperti ini ………. “ Dan pada akhirnya aku certain cerita-cerita tentang segelintir masa laluku. Dan sebenarnya ini adalah tekhnikku dalam menaik perhatian siswa agar siswa pada nantinya tertarik denganku yang kala itu baru pertama bertemu. Akhirnya, siswa-siswa tersebut tertarik dengan ceritaku.
            “Bapaknya kasihan” Tiba-tiba ada komentar dari seorang siswi yang bermuka “lumaya”, dengan dihiasi pagar di giginya dan berkaca mata. Teman sekelasnya memanggil “Cicak”.
            “Iya, tapi gak ngenes-ngenes banget kok”
            Seketika bell bunyi tanda berakhirnya pelajaran selesai. Selesai tanpa aku memberikan materi sedikitpun. Tapi aku sempat bersekongkol dengan murid-murid. “Besok kalau ditanyain sama guru kalian, bilang aja ya pak Alif ngajar cerpen ya”. Serentak siswa-siswa menjawab “Iya pak korban PHP”.
            Beberapa hari setelah kejadian tersebut, Cicak sering cari-cari perhatian dan terkadang nyamperin aku di ruang PPL. Pada sebuah kesempatan, dia pun minta pin BB dan nomor HPku. Setelah aku member pin dan nomor HP, Si Cicak pun semakin ekstrim. Sekali lagi semakin ekstrim. Seperti jargon  salah satu merk deodorant, yap, “setia setiap saat”, dia setia setiap saat ngeBM dan SMS terus. Dari manggil “Pak Alay”, nanyain “lagi apa?”, “sudah boker apa belum”, semuanya lah.
            Suatu ketika dia BBM, “Kak Alay, temen-temenku pada maintain PJ (Pajak Jadian)”.
            Sontak seketika aku berpikir ini cewek ekstrim sekali. “Lah, emangnya kita jadian? Lagian aku juga gak punya uang” Kubalas BBM tersebut.
            “Halah gampang, pakek uangku dulu aja gakpapa”
            Dan pada akhirnya aku berhasil menolak tawaran dia. Kalau boleh jujur, dia sebenarnya adalah anak orang kaya. Kalau aku mau, aku bisa saja porotin dia, tapi ogah lah, mending morotin jelananya Chelsea Olivia aja #Loooh.
            Tidak cukup sampai di situ kegilaanya, tiap pagi dia sudah pasang muka di dekat ruang PPL dengan tujuan menemuiku. Kalau tidak, dia pasti sengaja jalan-jalan di sekitaran ruang PPL dengan tujuan yang sama. Kalau sudah ketemu denganku, dia pasti bilang “Kak Alay, kok SMS dan BBM ku gak kamu bales?” Memang aku jarang bales SMS maupun BBMnya.
            Suatu pagi dia nge BBM lagi, “Kak sayang, selamat pagi”
            Aku pun langsung ngebales, “Kok manggil saying? Kan kita GAK pacaran?” Jawabku.
            “Yaudah kalau gitu, kapan kita pacaran?” Jawabnya makin aneh.
            Dalam benakku, aku berpikir cewek ini sebenarnya waras apa kagak gitu. Maka aku balas “La kan aku GAK suka sama kamu”.
            “Terus kapan kamu suka sama aku”
            Sumpah!!!!!! Hawanya pengen makan telur dinosaurus. Akhirnya aku beranikan diri untuk menceritakan yang sebenarnya kalau aku waktu itu lagi suka sama seseorang.
            “Jadi gini, aku tu gak suka sama kamu. Tapi, aku sudah suka sama orang lain, namanya Ambar”
            “Sakitnya tu di sini kak” jawabnya.
            Terkadang kita memang terperangkap dengan sebuah rasa yang dirasakan di awal saja. Kita bertemu dengan orang yang baru dikenal. Padahal kita belum tahu apa dan bagaimana dia. Kita hanya melihat dia “kece” di awal. Jangan jadikan pandangan awal itu sebagai patokan, tapi jadikanlah sebagai awal sebuah “perkenalan” saja.

Wednesday, August 27, 2014

Bersikap Wibawa (Aku Bukan Sales, Mbak)









Lama kagak nulis, kasian Bloggku kagak kerumat. Kasian gak tak kasih makan, untung Bloggku kuat dan strong. Alasan kenapa aku gak pernah ngebuka itu karena “sibuk” sibuk sebagai Mahasiswa semester akhir, sibuk PPL, sibuk ngurusin hati, sibuk ngupil, sibuk boker kagak cebok, dan terkadang sibuk nggaruk-nggaruk pantat dinosaurus.
Sebagai Mahasiswa jurusan pendidikan semester akhir, tugas akhirku adalah PPL (Pura-Pura Lebay). Kenapa lebay? Kita dituntut bertindak sebagai guru, harus berwibawalah, harus tegaslah, pokoknya harus-haruslah. Kan aku kayak gini apa adanya, suka ngupil terus tak taruh di bawah meja, suka kentut sembarangan, suka ngiler kalau liat cewek kece (enggaklah). Masak aku harus ngupil dengan bijaksana? Gimana caranya? Apa ntar upilnya tak bagiin satu-satu ke siswa? Terus aku apa harus kentut dengan berwibawa? Gimana caranya? Apa harus dengan suara kentut yang tegas? (bentar tak fikirin) Terus ngilerku apa harus tegas? Apa ilerku harus aku muncrat-muncratin biar keliatan tegas?
Udah dulu ya ngehina diriku sendiri……….
            Benar tentang yang di atas, aku lagi PPL, lebih tepatnya latihan ngajar jadi guru. Dan aku dapat jatah disalah satu sekolah Islam swasta di kota Semarang. SMA Islam Sultan Agung 1 Semarang. Jujur, pada awalnya gak ada niat untuk PPL di sekolahan ini karena, jarak antara rumah dan sekolahan yang cukup jauh, pulangnya yang sampai sore, dan masih ada beberapa faktor yang tidak bisa aku jelaskan (sebenarnya gak ada alasan lagi). Tapi pada akhirnya ikhlaskan saja, se ikhlas kita kalau lagi boker (asal bokernya gak dengan wibawa, karna gak ada ngeden dengan muka wibawa).
            Sempat sedikit protes dengan aturan, kenapa kalau orang PPL, magang, ngelamar kerja, baru keterima kerja, bahkan orang ijab kabul harus makek pakaian tai cicak (Baju putih dan celana hitam), kenapa? Apa pakaian tai cicak itu pakaian buat yang baru-baru, jangan-jangan kalau setan yang baru mati juga harus makek item-putih? Apa memangnya ada setan magang? Ada pengalaman sedikit memprihatinkan ketika aku mbeli pakaian tai cicak ini, kala itu aku membeli ketika sedang puasa, jadi di tempatku membeli sangat ramai karena pelanggan lain juga sedang belanja (membeli pakaian buat lebaran).
            “Mbak, cari baju putih merek ****** yang Slim Fit nomor paling kecil ada gak?” tanyaku pada seorang mbak-mbak yang berbadan cukup gempal dengan dihiasi pipi sebesar bakpao.
            “Owh, bentar ya mas tak cariin dulu” selang beberapa saat akhirnya mbak-mbak bakpao itu menyodorkan sebuah baju putih. “Ini mas”.
            “Ini boleh saya buka dan coba kan mbak” tanyaku.
            Kala itu ada pembeli lain yang langsung menyambar pembicaraan kami, “Ya boleh to mas, namanya aja akan dibeli”.
            Dengan ekspresi datar aku jawab, “Owh iya bu terimakasih atas penjelasanya” jawabku tak kalah ketus. Dengan wajah ketus, ku lirik ibu-ibu yang sudah tua tadi sedang menenteng sepotong kaos ketat berwarna pink, “Itu yang ibu bawa buat siapa bu? Kok warnanya gak cocok sama ibu? Ibu kan agak item, masak mau makek pink, tar keliatan kayak cabe-cabean senior lo buk”. Seketika ibu-ibu tadi pergi entah kemana, mungkin ikut audisi Idola Cilik atau AFI Junior.
            Karena merasa baju yang diberikan mbak-mbak bakpao tadi sedikit kebesaran, maka aku berniat menukarkanya. “Mbak, ini kok agak besar ya? Kalau tak pakek, malah terkesan kayak orang-orangan sawah mbak. Ada yang lebih kecil gak mbak?”
            “Ndak adalah mas, itu ukurang paling kecil. Kan nantinya juga dipakein jas mas, atau masnya mau beli jas sekalian, ini ada jas buat pengantin pria mas” jawab mbak-mbak bakpao tadi.
            “Emangnya aku mau kawin mbak? Emang wajahku sudah nafsu pengen kawin? Mbak, orang beli baju putih itu apa identik mau merrid?” jawabku menggebu-gebu sambil pengen guling-guling di toko.
            “Loh, kirain mau merrid mas, kalau gitu masnya emangnya sales apa?”
            “MBAAAAAAK….. Aku bukan SALEEEEEES”
            Selain kejadian tadi, ada pula kejadian lain di sebuah toko di pinggir jalan yang biasanya jual minuman (yang ada mesin pendingin minumannya). Kala itu aku baru pulang PPL dan mampir di toko tersebut buat beli minum. Karena sedang bercuaca sedikit panas, maka jas almamaterku aku lepas.
            “Mas tolong besok kirimin ******** (salah satu merek minuman)” suruh penjaga toko yang sedang melihatku masuk tokonya.
            “Mbaaaaak,,,, emangnya mukaku mirip sales minuman to mbak. Aku bukan SALES….”
            “Maaf mas, la habisan mirip kok mas pakaianya” jawab mbak-mbak tadi dengan nada tanpa dosa.
            Dari hal tersebut, kita bisa belajar dari kata “hal biasa”. Kita sering kali melihat orang dari luarnya saja, sama seperti pakaian tai cicak. Kita melihat orang yang berpakaian putih-hitam adalah seorang sales, tapi belum tentu dia adalah sales. Sama halnya kita melihat orang dari luarnya, seperti memilih pasangan mungkin. Kita melihat lawan jenis kita hanya secara fisik saja. Setelah kita kenal, terus berhubungan, dan pada akhirnya “tidak cocok”, itu semua adalah sebuah konflik antara batin. Kita hanya mengenalnya secara fisik, tetapi setelah kita memahami isi hatinya, terkadang “tidak cocok”. Pahamilah isinya terlebih dahulu, agar menemukan kata “cocok”.

Tuesday, July 8, 2014

Cara mencoblos pilpres




            Tenang saja, ini bukan kampanye gelap, karna saya mbikin tulisan ini pas lampu kamar saya tak nyalain. Atau bahasa kerennya Black campaign, BlackBerry, Black Forest atau Black-black lainya. Tenang saja, ini bukan, ini hanya tulisan biasa dari salah satu putra bangsa yang nantinya mecoblos salah satu calon presiden dan wakil presiden (keren kan bahasanya). Tulisan ini hanya dibuat untuk hiburan semata.
Ini dia tutorial yang boleh atau tidak boleh dianggap penting :
1.    Pastikan umur anda cukup. Tenang saja, anak ALAY boleh nyoblos kok, anak ALAY boleh menentukan nasib bangsa ini.
2.    Pastikan kita membawa surat pemberitahuan untuk mencoblos (biasanya surat C6) yang sudah dibagikan petugas TPS beberapa hari sebelumnya. Pastikan kita membawa surat tersebut yang bernamakan diri kita ke TPS, ingat jangan membawa punya nama bapak kita, ibu kita, atau mantan kita.
3.    Biasanya TPS buka jam 7 pagi. Bawa surat C6 tersebut ke TPS dan serahkan ke petugas TPS, bukan ke TPQ.
4.    Setelah kita berikan ke petugas, kalau tidak ramai pastinya kita akan langsung diberikan surat suara. Tapi kalau ramai biasanya kita antre terlebih dahulu. Tenang, nunggu urutan nyoblos itu tak selama nunggu jodoh kok.
5.    Setelah kita mendapat surat suara, kita akan diberikan waktu untuk mencoblos di dalam bilik. Ketika di dalam bilik, kita cukup membawa surat suara tadi. Ingat, kita gak perlu membawa laptop, PS, atau membawa bekal makanan.
6.    Ketika di dalam bilik, cobloslah salah satu pasang calon presiden dan wakilnya. Cobloslah di dalam kolom gambarnya, jangan coblos mata petugas, jangan coblos boneka santet, dan pastinya jangan coblos foto mantan, karna itu sama sekali gak ngaruh.
7.    Setelah mencoblos, lipat kertas suara tadi, cukup dilipat saja, gak perlu disetrika kok. Lalu masukkan di kotak suara, jangan di kotak amal.
8.    Lalu lewatlah pintu keluar, jangan lewat dapur karna di TPS gak ada dapurnya. Dan jangan lupa, tandai salah satu jari kita dengan tinta yang sudah disediakan petugas.
Demikian 8 tutorial yang boleh dan gak boleh dianggap penting. Pastikan anda datang dalam keadaan waras ke TPS. Buat anak ALAY “suara kalian bisa menentukan nasib bangsa ini”.

Sunday, June 8, 2014

Ini Bukan Kelasku



            Lama juga gak ngebuka blogg. Terakhir mbuka blogg, bloggku tak kasih ikan lele, berharap nantinya jadi gede tu lele, tapi malah hilang lelenya. Kayaknya dimakan sama kucing alay tetangga. Sempet sebel sama kucing alay tersebut, rambutnya belah sebelah, matanya sok-sok sipit, bulunya diwarna-warniin, dan kalau jalan bunyinya “meeeeeeeong, me me me meong”. (Nah loh, kok ngomongin hal yang gak mungkin). Oke, kita ke jalur bloggku yang sebenarnya, yakni “kisah nyata”.
            Perlu dicatat, nama saya adalah Teguh Alif Nurhuda, mahasiswa culun (emang) semester 6 yang mengambil program study Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Sudah selayaknya aku yang calon guru bakalan ngrasain yang namanya PPL, atau bahasa kerenya “pura-pura ngajar”
            PPL dimulai pada semester 7. Di semester 6 ini, aku harus melalui mata kuliah micro teaching (keren kan namanya) micro itu kecil, teaching itu pengajaran. Jangan dikira ngajar orang-orang kerdil kayak Daus Mini, Adul dan kawan-kawan seperminian. Tenang aja, gak seunyu yang kalian kira. Intinya belajar untuk mengajar.
            Di akhir pembelajaran micro teaching, kami diharuskan untuk praktik ngajar sungguhan di salah satu sekolah. Dan pada akhirnya aku dapat jatah ngajar anak SMA kelas X (SMAnya di samping kampusku) dengan topik pembelajaran “Menulis Surat Izin”. Nah gini ceritanya.
            Janjian di sekolah pukul 06.30. Aku datang pukul 06.28, dan…. Semuanya pada telat, dosenku aja yang buat peraturan juga telat. Ketika kami diberi pengarahan oleh Kepsek, salah seorang guru di sekolah tersebut mengingatkan, “Murid di sini itu beda dari sekolah yang lain, mereka bawel, jahil, brisik, susah diatur dan lain-lain”.
            Ketika masuk kelas, benar siswa-siswa di sekolah ini kayak curut semua, ngelebihin daus mini ngeselinya, saking ngeselinya aku gak berani njilat muka mereka. Ada yang sok-sokan nyanyi-nyanyi, ada yang teriak-teriak kayak orang utan telat alay. Ada yang nyanyi-nyanyi sambil teriak-teriak. Ada yang teriak-teriak tapi sambil cebok. Ada yang nyanyi-nyanyi yang suaranya kayak pantat belum cebok. Tapi pada akhirnya aku pandangin mereka, aku bayangin mereka kayak terong-terongan, cabe-cabean, pare-parean, toge-togean, sayur-sayuran #stop!!! Kayak mau bikin pecel aja.
            Aku menyuruh salah satu siswa yang bernama Awang.
            “Awang, sini maju. Tolong jelasin ke teman-teman kamu, apa itu surat” suruhku pada salah satu siswa yang terlihat badung.
            “Lah, kok bapak nyuruh saya ngejelasin. Gurunya kan bapak” jawab Awang dengan muka nyengir.
            Akhirnya aku pasang ekspresi faforitku, muka datar. Dalam hati, aku teriak, “Iya aku tau kalau aku di sini itu gurumu kampreeeeet”. Dengan menghela nafas, aku akhirnya teriak “Ada yang bisa bantu Awang? Awang kesusahan ngejawab apa itu surat?”
            Dan akhirnya, jawaban yang aku dapet dari 29 siswa yang otaknya somplak adalah “GAK ADA YANG BISA JAWAB PAAAAAK” Sumpah, itu nyesek
            Terus aku liat ada siswa yang kayaknya aktif dalam pelajaran, “Coba kamu bantu bapak jelasin”.
            Dia menatapku, dan aku menatapnya, mata kami saling tatap-menatap, dan mata kami hampir menempel (Gak segitunya juga kali’). Dengan suara datar dia bilang “Aku tau jawabanya, tapi aku gak mau ngejelasin”.
            “La terus bagaimana kamu bisa ngejelasin ke teman-teman kamu? Apa kamu mau smsin satu-persatu?” Tanyaku dengan suara yang tak kalah datar.
            “Itu ide yang bagus pak” itu jawabnya. Singkat, padat, dan bikin nyesek.
            Tak terasa 1 jam pelajaran sudah selesai. SEMUANYA GAGAL. Metode pengajaranku ancur, media pembelajaranku gak ada gunanya, tekhnik pembelajaranku gak jalan. Dan AKU KORBAN PHP SISWA-SISWA yang somplak.
            Ketika pelajaran selesai, ada yang nanya. “Kak, besok ngajar di sini lagi gak?”, dengan bangga aku jawab “OGAH…. Kalian badung, bahkan kalian lebih badung dari anak TK yang masih suka njilatin ingus mereka yang terkadang menjuntai. Emang kenapa?”
            “Gakpapa sih, soalnya males sama gurunya. Udah tua, jelek, lola pula”
            Aku pandang guru yang dimaksud. Emang bener sih.
Itu foto yang di atas adalah foto bersama. Yang di tengah itu guru yang dimaksud. Dan jika kalian nanya aku yang mana? Tenang, aku yang lagi gaya garuk-garuk pantat sambil mbantuin dinosaurus ngupil di belakang kamera.