Wednesday, August 27, 2014

Bersikap Wibawa (Aku Bukan Sales, Mbak)









Lama kagak nulis, kasian Bloggku kagak kerumat. Kasian gak tak kasih makan, untung Bloggku kuat dan strong. Alasan kenapa aku gak pernah ngebuka itu karena “sibuk” sibuk sebagai Mahasiswa semester akhir, sibuk PPL, sibuk ngurusin hati, sibuk ngupil, sibuk boker kagak cebok, dan terkadang sibuk nggaruk-nggaruk pantat dinosaurus.
Sebagai Mahasiswa jurusan pendidikan semester akhir, tugas akhirku adalah PPL (Pura-Pura Lebay). Kenapa lebay? Kita dituntut bertindak sebagai guru, harus berwibawalah, harus tegaslah, pokoknya harus-haruslah. Kan aku kayak gini apa adanya, suka ngupil terus tak taruh di bawah meja, suka kentut sembarangan, suka ngiler kalau liat cewek kece (enggaklah). Masak aku harus ngupil dengan bijaksana? Gimana caranya? Apa ntar upilnya tak bagiin satu-satu ke siswa? Terus aku apa harus kentut dengan berwibawa? Gimana caranya? Apa harus dengan suara kentut yang tegas? (bentar tak fikirin) Terus ngilerku apa harus tegas? Apa ilerku harus aku muncrat-muncratin biar keliatan tegas?
Udah dulu ya ngehina diriku sendiri……….
            Benar tentang yang di atas, aku lagi PPL, lebih tepatnya latihan ngajar jadi guru. Dan aku dapat jatah disalah satu sekolah Islam swasta di kota Semarang. SMA Islam Sultan Agung 1 Semarang. Jujur, pada awalnya gak ada niat untuk PPL di sekolahan ini karena, jarak antara rumah dan sekolahan yang cukup jauh, pulangnya yang sampai sore, dan masih ada beberapa faktor yang tidak bisa aku jelaskan (sebenarnya gak ada alasan lagi). Tapi pada akhirnya ikhlaskan saja, se ikhlas kita kalau lagi boker (asal bokernya gak dengan wibawa, karna gak ada ngeden dengan muka wibawa).
            Sempat sedikit protes dengan aturan, kenapa kalau orang PPL, magang, ngelamar kerja, baru keterima kerja, bahkan orang ijab kabul harus makek pakaian tai cicak (Baju putih dan celana hitam), kenapa? Apa pakaian tai cicak itu pakaian buat yang baru-baru, jangan-jangan kalau setan yang baru mati juga harus makek item-putih? Apa memangnya ada setan magang? Ada pengalaman sedikit memprihatinkan ketika aku mbeli pakaian tai cicak ini, kala itu aku membeli ketika sedang puasa, jadi di tempatku membeli sangat ramai karena pelanggan lain juga sedang belanja (membeli pakaian buat lebaran).
            “Mbak, cari baju putih merek ****** yang Slim Fit nomor paling kecil ada gak?” tanyaku pada seorang mbak-mbak yang berbadan cukup gempal dengan dihiasi pipi sebesar bakpao.
            “Owh, bentar ya mas tak cariin dulu” selang beberapa saat akhirnya mbak-mbak bakpao itu menyodorkan sebuah baju putih. “Ini mas”.
            “Ini boleh saya buka dan coba kan mbak” tanyaku.
            Kala itu ada pembeli lain yang langsung menyambar pembicaraan kami, “Ya boleh to mas, namanya aja akan dibeli”.
            Dengan ekspresi datar aku jawab, “Owh iya bu terimakasih atas penjelasanya” jawabku tak kalah ketus. Dengan wajah ketus, ku lirik ibu-ibu yang sudah tua tadi sedang menenteng sepotong kaos ketat berwarna pink, “Itu yang ibu bawa buat siapa bu? Kok warnanya gak cocok sama ibu? Ibu kan agak item, masak mau makek pink, tar keliatan kayak cabe-cabean senior lo buk”. Seketika ibu-ibu tadi pergi entah kemana, mungkin ikut audisi Idola Cilik atau AFI Junior.
            Karena merasa baju yang diberikan mbak-mbak bakpao tadi sedikit kebesaran, maka aku berniat menukarkanya. “Mbak, ini kok agak besar ya? Kalau tak pakek, malah terkesan kayak orang-orangan sawah mbak. Ada yang lebih kecil gak mbak?”
            “Ndak adalah mas, itu ukurang paling kecil. Kan nantinya juga dipakein jas mas, atau masnya mau beli jas sekalian, ini ada jas buat pengantin pria mas” jawab mbak-mbak bakpao tadi.
            “Emangnya aku mau kawin mbak? Emang wajahku sudah nafsu pengen kawin? Mbak, orang beli baju putih itu apa identik mau merrid?” jawabku menggebu-gebu sambil pengen guling-guling di toko.
            “Loh, kirain mau merrid mas, kalau gitu masnya emangnya sales apa?”
            “MBAAAAAAK….. Aku bukan SALEEEEEES”
            Selain kejadian tadi, ada pula kejadian lain di sebuah toko di pinggir jalan yang biasanya jual minuman (yang ada mesin pendingin minumannya). Kala itu aku baru pulang PPL dan mampir di toko tersebut buat beli minum. Karena sedang bercuaca sedikit panas, maka jas almamaterku aku lepas.
            “Mas tolong besok kirimin ******** (salah satu merek minuman)” suruh penjaga toko yang sedang melihatku masuk tokonya.
            “Mbaaaaak,,,, emangnya mukaku mirip sales minuman to mbak. Aku bukan SALES….”
            “Maaf mas, la habisan mirip kok mas pakaianya” jawab mbak-mbak tadi dengan nada tanpa dosa.
            Dari hal tersebut, kita bisa belajar dari kata “hal biasa”. Kita sering kali melihat orang dari luarnya saja, sama seperti pakaian tai cicak. Kita melihat orang yang berpakaian putih-hitam adalah seorang sales, tapi belum tentu dia adalah sales. Sama halnya kita melihat orang dari luarnya, seperti memilih pasangan mungkin. Kita melihat lawan jenis kita hanya secara fisik saja. Setelah kita kenal, terus berhubungan, dan pada akhirnya “tidak cocok”, itu semua adalah sebuah konflik antara batin. Kita hanya mengenalnya secara fisik, tetapi setelah kita memahami isi hatinya, terkadang “tidak cocok”. Pahamilah isinya terlebih dahulu, agar menemukan kata “cocok”.